Keadilan begitu mahal di negeri ini. Indra Azwan alias Indra Singo Edan merintih ketika membuka perban yang membalut telapak kakinya. “Luka campur getih (darah),” ujar Indra dalam bahasa Jawa, setibanya di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu malam ini, 18 Maret 2012. Indra baru saja mengakhir berjalan kaki menempuh jarak sekitar 820 kilomter dari Malang, Jawa Timur menuju Jakarta.
Tuntut Keadilan pada SBY Ia tiba di kantor LBH dengan membawa ransel, dua spanduk berukuran sekitar 120 x 120 sentimeter, serta bendera Merah Putih. Indra mengaku selama perjalanan puluhan kali singgah, terutama di pompa bensin untuk beristirahat. Banyak tawaran untuk bermalam, salah satunya dari polisi. Tawaran itu ia tolak. Setelah membersihkan luka telapak kakinya, Indra yang mengenakan topi Arema (nama klub kesebelasan asal Malang yang dijuluki Singo Edan) berwarna biru itu membuka resleting ransel bermotif loreng. Ia berujar hanya membawa empat potong kaos dan tiga celana. Indra menghabiskan waktu 30 hari untuk berjalan kaki ke Jakarta. Rute yang dilewati seperti Surabaya menuju jalur pantai utama Gresik, Lamongan, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, Semarang, serta Cirebon.
Tuntut Keadilan pada SBY Indra mengaku mendapatkan dukungan penuh dari teman dan keluarganya. “Kalau tidak didukung, tidak mungkin sampai di sini,” kata pria berambut gondrong yang sehari-hari membuka warung kopi di Jalan Letjen. S. Parman, Malang, Jawa Timur itu. Ia berniat menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu, 21 Maret 2012.
Alasannya datang ke Jakarta, Indra mangaku mencari keadilan.
Masalah yang ia hadapi bermula pada 2010, Indra mendapat uang Rp 25 juta dari Kepala Rumah Tangga Istana terkait kematian anaknya bernama Rifki Andika, yang tewas ditabrak seorang polisi. Indra menerima uang itu setelah Presiden SBY menjanjikan bantuan untuk membongkar kasus kecelakaan anaknya. Tuntut Keadilan pada SBY Indra meminta kasus yang terjadi pada 1993 diungkap.
Polisi yang menabrak anaknya dan dibebaskan oleh hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 2008, diusut kembali. Kasus anaknya dianggap kedaluwarsa setelah melewati waktu 12 tahun. Kasus itu memang baru disidangkan 15 tahun kemudian. Apabila SBY tidak memberi respons dan keadilan tidak diperolehnya di Indonesia, Indra berencana melanjutkan jalan kaki hingga ke Mekkah. Tekatnya seperti disuarakan dalan spanduk yang dibawa Indra. “Jalan kaki Malang – Jakarta, Palembang, Dumai, Malaysia, Thailand, Myanar, India, Pakistan, Iran, Kuwait, dan Mekkah, 19 tahun mencari keadilan”.
sumber