Warga sekitar tambang 'emas hitam' itu bertandang ke lokasi pengeboran. Mereka minta bertemu dengan bos perusahaan tambang tersebut. Mereka protes karena merasa tak memperoleh apa-apa dengan berdirinya tambang, padahal isi perut bumi di daerahnya terus dimuntahkan perusahaan pengelola tambang.
Protes ini sejatinya bukan yang pertama kali. Masyarakat sekitar rutin mengajukan protes ke Medco-Pertamina setiap tahunnya.
Mereka merasa mata pencahariannya dirampas. Pasalnya, sebelum Pulau Tiaka ini 'dibentuk', masyarakat menggantungkan hidupnya di sini. Hasil tangkapan ikan, melimpah. Hidup mereka dahulu boleh dibilang sejahtera karena hasil dari kawasan ini.
Namun, mereka merasa kehidupan mereka berubah. Ikan yang melimpah tak lagi bisa mereka dapatkan setelah tambang Medco-Pertamina ini didirikan pada 2006 silam.
Karena itu, masyarakat meminta perusahaan memberdayakan mereka. Mereka ingin diperhatikan.
Sehingga, pada Sabtu 20 Agustus 2011 masyarakat mendatangi 'pulau buatan' itu. Namun, tak berhasil bertemu dengan bos tamabang itu. Masyarakat kembali ke kampungya dengan menyandera speedboat.
Keesokan harinya, masyarakat kembali mendatangi lokasi dngan harapan bisa bertemu dengan pimpinan perusahaan. Namun, lagi-lagi gagal.
Kerusuhan pun pecah. Massa melampiaskan kekecewaan mereka dengan membom sumur-sumur minyak di sana dengan bom ikan.
Tiga pucuk senjata aparat berhasil dirampas massa. Dalam situasi keos seperti itu, tiba-tiba terdengar suara dor...dor..dor...
Dua warga tergeletak bersimbah darah. Mereka meregang nyawa. Keduanya dipulangkan ke keluarga masing-masing tanpa nyawa.Vivanews.com