Kementerian Kominfo dan BRTI mengubah skema interkoneksi SMS yang sebelumnya Sender Keep All (SKA) menjadi berbasis biaya (cost-based). Adapun biaya interkoneksi SMS mengikuti hasil perhitungan biaya interkoneksi tahun 2010, yaitu sebesar Rp 23 per SMS.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan, implementasi interkoneksi SMS berbasis biaya ini akan berlaku mulai 31 Mei 2012 pukul 23:59:59 WIB.
Perubahan skema ini bukanlah peraturan baru di industri telekomunikasi Indonesia dan sudah sesuai dengan amanah dari Peraturan Menteri Kominfo No 08/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi, dimana penyelenggaraan interkoneksi harus berdasarkan biaya.
"Selama ini skema SKA untuk interkoneksi SMS dilakukan dengan pertimbangan, bahwa trafik SMS antarpenyelenggara akan berimbang karena proses balas-berbalas pengiriman SMS. Akan tetapi, dalam perkembangannya terdapat ketidakseimbangan trafik sehingga penyelenggara yang kebanjiran SMS dari penyelenggara lain merasa dirugikan," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto dalam siaran pers yang diterima MediaIndonesia.com, Jakarta, Sabtu (26/5).
Perubahan skema interkoneksi bertujuan untuk memberikan keadilan bagi jaringan telekomunikasi yang digunakan untuk menyalurkan trafik SMS. "Sehingga iklim kompetisi industri telekomunikasi dapat menjadi lebih baik," lanjut Gatot.
Skema interkoneksi SMS berbasis biaya juga diharapkan akan dapat mengurangi SMS yang tidak diinginkan (Spam), yang terbukti telah banyak merugikan masyarakat banyak.
"Kualitas layanan yang kurang prima serta maraknya SMS Broadcast (penyebaran SMS ke banyak pengguna telepon bergerak) dan SMS spamming, disinyalir juga sebagai dampak dari promosi para penyelenggara yang disalahgunakan atau akibat dari penerapan skema SKA," kata Gatot.
Dengan berubahnya lingkungan industri telekomunikasi, kata Gatot, pertumbuhan investasi dan pembangunan infrastruktur jaringan baru akan terdorong.
Rencana penerapan SMS berbasis biaya bukan berarti memperkecil kemungkinan masyarakat untuk memperoleh tarif SMS gratis, yang ujung-ujungnya ternyata menimbulkan dampak negatif yang tidak kecil.
Upaya larangan penerapan SMS gratis, lanjut Gatot, sesungguhnya pernah diinstruksikan pada bulan April tahun 2010. Namun tidak efektif, karena agak lemah dasar hukumnya.
"Kini dasar hukumnya kuat, dan tidak ada pilihan bagi penyelenggara telekomunikasi untuk taat mematuhinya. Karena jika terbukti ada pelanggaran, baik Kementerian Kominfo maupun BRTI akan melakukan evaluasi untuk menilai tingkat pelanggarannya sebelum dilayangkannya surat peringatan secara terbuka," kata Gatot.