Amerika Serikat
Penanggulangan Penyakit dan Pencegahannya (CDC) yang berada di Amerika menyebutkan bahwa 3,2 juta remaja Amerika yang berumur 14-19 tahun, terjangkit penyakit menular seksual, dan angka tersebut secara prosentase telah mencakup 26% dari jumlah total remaja perempuan di usia tersebut.
Sebagaimana diketahui, bahwa remaja Amerika amat akrab dengan budaya pergaulan bebas, dimana pergaulan terhadap lawan jenis tidak mimemiliki batas yang jelas. Dan negara pun mendukung budaya itu, sehingga tidak ada hak bagi orang tua untuk melarang aktivitas kebebasan anak-anak mereka. Budaya ini memiliki andil yang cukup besar dalam penularan penyakit seksual di negara itu
Australia
Tingkat kenakalan remaja di Australia lebih tinggi ketimbang remaja di Amerika Serikat. Penelitian lembaga "Murdoch Children's Research Institute" di Australia dan Universitas Washington, AS, menemukan fenomena kenakalan remaja di kedua negara tersebut dengan mewawancarai 4.000 pelajar berusia antara 12 dan 16 tahun di Victoria, Australia, dan di Washington State, AS.
Indonesia
Indonesia mendefinisikan pergaulan bebas adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang, “bebas” yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma ketimuran yang ada. Masalah pergaulan bebas di Indonesia sering kita dengar dari lingkungan mana pun, baik dari media massa. Telah jelas bagi kita tidak adanya Rancangan pembentrukan Undang-Undang legalisasi aborsi, karena hal itu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, Agama, dan Hukum yang berlaku. Legalisasi aborsi akan mendorong pergaulan bebas lebih jauh dalam masyarakat. Data statistik nasional mengenai penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 75% terjangkit hilangnya daya tubu hpada usia remaja.
Jepang
Daerah Niigata, salah satu kota indah di Tokyo sedang marak dengan tren rok mini (minisuka). Pelajar wanita di Niigata seakan merasa “lazim” mengenakan rok mini, padahal pihak sekolah dan orang tua melarangnya. Bahkan saat terjadi razia, mereka membawa rok ganti yang lebih panjang, dan setelah razia, mereka memakai kembali rok mini itu. Remaja Jepang memiliki etika ketika berpacaran. Mereka akan menganggap remeh orang yang saat berpacaran namun masih menjaga virginity-nya. Jadi, mereka memiliki ketentuan ketika berpacaran mereka harus melakukan seks bebas dengan kekasihnya.
Adapun pelecehan seksual banyak terjadi di Jepang, terutama bagi kalangan wanita. Contohnya, pria mesum, ketika di supermarket mengambil kesempatan saat wanita ber-rok mini sedang sibuk berbelanja dan pria tersebut mencoba memotret celana dalam wanita tersebut. Hal yang sama terjadi pula di sebuah Shinkansen (kereta listrik), ketika para penumpang sedang berdesakan di dalamnya, para pria mesum atau lebih dikenal dengan molester menggunakan kesempatan tersebut dengan melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap wanita. Hal-hal diatas tersebut merupakan contoh-contoh pergaulan bebas menurut pengertian Jepang. Pergaulan bebas remaja di Jepang dapat dikategorikan sebagai pergaulan yang sangat bebas, namun mereka masih menganut tradisi kuno Jepang yang dikenal cukup disiplin.
Afrika
Pergaulan bebas di kalangan masyarakat Afrika Selatan di kawasan-kawasan perkotaan dan penindasan budaya kaum kulit hitam sewaktu era apartheid telah mengakibatkan hilangnya cara hidup lama di kota-kota di sini. Namun, budaya kulit hitam masih ada di kawasan pedesaan. Beberapa perbedaan budaya tetap ada diantara etnis-etnis di sana, seperti adat perkimpoian dan hukum adat mereka. Tetapi pada umumnya, tradisi masyarakat kulit hitam adalah berlandaskan kepercayaan kepada dewa-dewa yang perkasa serta maskulin, semangat nenek-moyang dan kuasa-kuasa gaib.
Poligami juga dibenarkan dan "lobolo" (mas kimpoi) biasanya akan dibayar. Kerbau memainkan peranan penting dalam kebanyakan budaya, sebagai simbol kekayaan dan hewan korban. Pergaulan yang positif pun tidak berjalan secara lancar, seks bebas terjadi dimana-mana. Adapun sebuah acara/upacara, yang pada akhirnya mereka bermabuk-mabukan, sehingga lepas kontrol akan kelakuan mereka dan tidak menutup kemungkinan hal ini menuntun mereka ke dalam seks bebas. Seks yang dimaksud dapat dilakukan dengan siapa pun, bahkan seorang wanita dapat bersemalam dengan beberapa pria.
Eropa
Dapat kita katakan bahwa Eropa merupakan titik awal dari tersebarnya pergaulan bebas. Budaya Eropa cenderung bersifat bebas, terlebih dari segi agama yang berbeda dengan anutan Islami, juga memiliki sudut pandang yang sangat terbuka.
Dalam kehidupan kesehariannya, setiap mahasiswa di Eropa menerima bungkusan “biru” yang berisi satu set lengkap peralatan persiapan untuk melakukan seks, di antaranya adalah kondom. Pemberian tersebut gratis, tanpa bayar. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya mereka dengan hal-hal yang dianggap tabu oleh masyarakat timur.
Adapun masyarakat di sana tidak hanya melakukan “pergaulan” dengan lawan jenis, namun ada beberapa kumpulan orang yang dengan bangganya disebut sebagai “homo” taupun “lesbi”.
Timur Tengah
Berbeda halnya dengan Eropa, negara-negara di timur tengah terkesan sangat tertutup, terutama di Saudi Arabia. Ketekunan akan menjalani aturan Islami sangatlah kental, menyebabkan adanya jarak penutup atau pemisah disetiap lawan jenis. Wanita diwajibkan berhijab (menutup aurat) dan kebanyakan memakai cadar, ini merupakan bukti adanya aturan yang melarang kaum hawa bergaul bebas dengan kaum adam. Pergaulan dalam konteks Islami sangatlah tidak sama dengan apa yang ada di negara barat. Seperti bersentuhan kulit secara langsung sangat tidak dibolehkan oleh Islam, karena bukan muhrim. Dengan ini, otomatis pacaran pun diharamkan.
Namun, semua peraturan tidak sepenuhnya dipatuhi sebagaimana watak manusia. Banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan termasuk pelecehan kaum wanita. Kehidupan yang tertutup seperti itu kadang kala membuat para pria tidak terbiasa untuk melihat wanita. Hal ini dapat menyebabkan banyak hal.