Jakarta - Semakin mahalnya biaya kesehatan mengakibatkan sebagian orang memilih pengobatan alternatif, di antaranya dengan menggunakan metode terapi listrik 'rel kereta api'. Baru-baru ini, sejumlah warga melakukan pengobatan terapi listrik gratis dengan memanfaatkan rel kereta di kawasan Rawa Buaya, Jakarta. Terapi listrik di atas rel kereta listrik ini dipercaya sejumlah warga dapat menyembuhkan sejumlah penyakit. Memang, hantaran panas dari benda-benda yang menimbulkan panas dipercaya bisa mengobati penyakit. Terapi dengan hantaran panas ke tubuh banyak ragamnya, mulai dari terapi listrik hingga terapi lain seperti batu giok. Namun, adakah manfaatnya jika terapi listrik dilakukan di atas rel kereta api?
Menurut dokter spesialis syaraf Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) Dr.Mursyid Bustami,SpS(K), KIC, hantaran panas yang berpindah ke bagian tubuh diyakini bisa membuat peredaran darah pasien menjadi lancar. Peredaran darah lancar membuat organ-organ tubuh jadi berfungsi maksimal. Mungkin karena alasan itulah warga di sekitar rel KA Rawa Buaya, Jakarta Barat melakukan terapi unik dengan berbaring di atas rel KA. Aliran listrik di atas permukaan rel diyakini bisa mengatasi berbagai berbagai keluhan penyakit Namun, sambung Dr. Mursyid manfaatnya belum teruji secara medis dan masih memerlukan pembuktian dalam waktu yang lama. "Karena begitu yakin dengan manfaatnya, atau pengaruh sugesti positif atau efek plasebo, warga seolah tidak ambil pusing jika ada rangkaian gerbong kereta melintas di jalur lain di sebelahnya. Mungkin dianggapnya, risiko tersambar kereta tidak ada apa-apanya dengan rasa syukur jika bisa sembuh dari penyakitnya," kata Dr Mursyid.
Mengandung risiko
Terapi jenis ini relatif baru, jadi belum banyak penelitian yang membuktikan adanya manfaat berbaring di atas rel KA. Namun diyakini, terapi ini memberikan manfaat bagi kesehatan karena rel kereta memiliki aliran listrik berkekuatan sedang yang bisa mempengaruhi fungsi berbagai organ tubuh. Dugaan ini cukup masuk akal karena berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa listrik bisa dimanfaatkan untuk kesehatan. Di antaranya seperti mengatasi epilepsi, gangguan pendengaran serta keluhan nyeri di kepala. Meski demikian, berbaring di rel KA sepertinya bukan ide bagus jika ada pilihan lain yang lebih aman. Beberapa terapis akupunktur mengombinasikannya dengan teknik tusuk jarum, sehingga aliran listrik bisa lebih diarahkan ke titik-titik yang berhubungan dengan suatu Selain risiko tersambar kereta, masih ada beberapa risiko kesehatan yang harus diperhatikan sebelum mencoba terapi gratis ini, seperti dikutip dari LA Times.
Partikel berbahaya
Seperti halnya mesin kendaraan bermotor, mesin lokomotif kereta api juga menggunakan berbagai komponen yang bisa membahayakan kesehatan. Bahan semacam asbes yang dipakai sebagai pelapis (perpak) pada sambungan mesin bisa melepaskan partikel di sepanjang jalur kereta dan memicu sejenis kanker paru yakni mesothelioma.
Polusi udara
Tidak hanya di Indonesia, polusi udara juga terjadi di belahan bumi lain dan memberikan kontribusi paling besar bagi pemanasan global. Dikutip dari LA Times, polusi udara di California menewaskan 21.000 orang per tahun salah satunya berasal dari gas buang mesin lokomotif. Mesin diesel yang dipakai oleh kebanyakan lokomotif kereta api menghasilkan emisi gas buang yang beracun. Gas karbon monoksida yang merupakan sisa pembakaran tidak sempurna dari mesin lokomotif yang bisa mengikat hemoglobin di dalam darah, sehingga memicu sesak napas karena distribusi oksigen tidak lancar.
Polusi suara
Tidak bisa disangkal lagi, hilir mudik kereta api yang melintas menimbulkan suara dengan intensitas sangat tinggi. Belum lagi jika akan melewati perlintasan dengan jalan raya, lokomotif akan membunyikan klakson yang bunyinya memekakkan telinga dan jika terjadi terus menerus bisa memicu gangguan pendengaran.
Infeksi bakteri
Seperti diketahui, rel kereta api pada dasarnya merupakan sebuah toilet terpanjang karena kereta yang melintasinya tidak punya toilet yang dilengkapi penampung kotoran. Untuk 'menyamarkan' wujud kotoran yang tercecer sepanjang rel, toilet hanya boleh dipakai saat kereta berjalan. Air seni maupun kotoran manusia mengandung bakteri dan kuman lain, termasuk telur cacing. Karena itu, salah satu risiko bermain-main di sepanjang rel kereta api adalah gangguan pencernaan akibat teinfeksi kuman dari kotoran manusia.Sumber
Menurut dokter spesialis syaraf Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) Dr.Mursyid Bustami,SpS(K), KIC, hantaran panas yang berpindah ke bagian tubuh diyakini bisa membuat peredaran darah pasien menjadi lancar. Peredaran darah lancar membuat organ-organ tubuh jadi berfungsi maksimal. Mungkin karena alasan itulah warga di sekitar rel KA Rawa Buaya, Jakarta Barat melakukan terapi unik dengan berbaring di atas rel KA. Aliran listrik di atas permukaan rel diyakini bisa mengatasi berbagai berbagai keluhan penyakit Namun, sambung Dr. Mursyid manfaatnya belum teruji secara medis dan masih memerlukan pembuktian dalam waktu yang lama. "Karena begitu yakin dengan manfaatnya, atau pengaruh sugesti positif atau efek plasebo, warga seolah tidak ambil pusing jika ada rangkaian gerbong kereta melintas di jalur lain di sebelahnya. Mungkin dianggapnya, risiko tersambar kereta tidak ada apa-apanya dengan rasa syukur jika bisa sembuh dari penyakitnya," kata Dr Mursyid.
Mengandung risiko
Terapi jenis ini relatif baru, jadi belum banyak penelitian yang membuktikan adanya manfaat berbaring di atas rel KA. Namun diyakini, terapi ini memberikan manfaat bagi kesehatan karena rel kereta memiliki aliran listrik berkekuatan sedang yang bisa mempengaruhi fungsi berbagai organ tubuh. Dugaan ini cukup masuk akal karena berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa listrik bisa dimanfaatkan untuk kesehatan. Di antaranya seperti mengatasi epilepsi, gangguan pendengaran serta keluhan nyeri di kepala. Meski demikian, berbaring di rel KA sepertinya bukan ide bagus jika ada pilihan lain yang lebih aman. Beberapa terapis akupunktur mengombinasikannya dengan teknik tusuk jarum, sehingga aliran listrik bisa lebih diarahkan ke titik-titik yang berhubungan dengan suatu Selain risiko tersambar kereta, masih ada beberapa risiko kesehatan yang harus diperhatikan sebelum mencoba terapi gratis ini, seperti dikutip dari LA Times.
Partikel berbahaya
Seperti halnya mesin kendaraan bermotor, mesin lokomotif kereta api juga menggunakan berbagai komponen yang bisa membahayakan kesehatan. Bahan semacam asbes yang dipakai sebagai pelapis (perpak) pada sambungan mesin bisa melepaskan partikel di sepanjang jalur kereta dan memicu sejenis kanker paru yakni mesothelioma.
Polusi udara
Tidak hanya di Indonesia, polusi udara juga terjadi di belahan bumi lain dan memberikan kontribusi paling besar bagi pemanasan global. Dikutip dari LA Times, polusi udara di California menewaskan 21.000 orang per tahun salah satunya berasal dari gas buang mesin lokomotif. Mesin diesel yang dipakai oleh kebanyakan lokomotif kereta api menghasilkan emisi gas buang yang beracun. Gas karbon monoksida yang merupakan sisa pembakaran tidak sempurna dari mesin lokomotif yang bisa mengikat hemoglobin di dalam darah, sehingga memicu sesak napas karena distribusi oksigen tidak lancar.
Polusi suara
Tidak bisa disangkal lagi, hilir mudik kereta api yang melintas menimbulkan suara dengan intensitas sangat tinggi. Belum lagi jika akan melewati perlintasan dengan jalan raya, lokomotif akan membunyikan klakson yang bunyinya memekakkan telinga dan jika terjadi terus menerus bisa memicu gangguan pendengaran.
Infeksi bakteri
Seperti diketahui, rel kereta api pada dasarnya merupakan sebuah toilet terpanjang karena kereta yang melintasinya tidak punya toilet yang dilengkapi penampung kotoran. Untuk 'menyamarkan' wujud kotoran yang tercecer sepanjang rel, toilet hanya boleh dipakai saat kereta berjalan. Air seni maupun kotoran manusia mengandung bakteri dan kuman lain, termasuk telur cacing. Karena itu, salah satu risiko bermain-main di sepanjang rel kereta api adalah gangguan pencernaan akibat teinfeksi kuman dari kotoran manusia.Sumber